Sejarah Public Speaking
Sebelum adanya public speaking, orang-orang mengenalnya dengan sebutan Retorika yang tercipta di Yunani sebelum masehi. Retorika artinya ‘keahlian berbicara atau berpidato’. Dalam retorika mengenal tiga bentuk yaitu:
1.
Demi penemuan
kebenaran (Socrates, disebut Bapak Retorika)
2.
Demi kekuasaan
ataupun kemenangan saja (sesuai dengan filsafat Sophisme)
3.
Sebagai alat
persuasi yang banyak menggunakan penemuan-penemuan terakhir bidang ilmu jiwa
dan karenanya mulai menggunakan nama “Scientific rhetoric”
Retorika berpendapat bahwa manusia dapat menggunakan
perasaan atau pendapar yang umumnya benar. Jika dilihat dari sejarahnya,
manusia memiliki rasa ingin dan butuh untuk menyampaikan perasaannya,
pengalaman, pendapat-pendapatnya kepada setiap orang. Contohnya, Babylonia dan
Persia ketika ingin menyebarkan agama pada abad 5 ke Mesir menggunakan
orang-orang yang mempunyai bakat retorika, karena dengan bakat tersebut pesan
yang akan disampaikan akan mudah dimengerti dan diterima. Berbeda dengan masa
kini. Sekarang media massa lah yang menjadi alat untuk menyebarkan pesan kepada
pendengar, penonton dan pembaca. Dalam aliran Sophisme yang berpendapat,
manusia adalah mahkluk yang berpengetahuan dan kemauan dan masing-masing
manusia mempunyai penilaian sendiri mengenai baik buruknya sesuatu, mempunyai
nilai-nilai etika sendiri, jadi oleh sebab itu kebenaran suatu pendapat hanya
bisa di anggap benar jika mampu memenangkan pendapatnya itu sendiri. Jika ingin
mencapai kemenangan itu, kita harus memiliki keahlian dalam berbicara. Jadi
aliran ini menyatakan bahwa pendapat hanya dapat dibuktikan bila mencapai
kemenangan dalam pembicaraan penganut aliran retorika Sorkrates (469-399) dan
Georgiar, retorika digunakan demi kebenaran, kebenaran akan timbul dengan
sendiriya jika menggunakan dialog dengan tekni tersebut.
Retorika menurut Plato dan Socrates:Socrates mengomentari bahwa kaum sophis sebagai para prostitute, yaitu orang yang menjual kecantikan untuk memperoleh uang. Sedangkan plato mengatakan bahwa Gorgias adalah contoh retorika yang palsu dan Socrates adalah contoh yang benar (berdasarkan pada filsafat).Menurut Plato pembicara penting untuk mengenal jiwa pendengarnya.
Gorgias dan Protagoras
Pertama kali sekolah retorika didirikan oleh Gorgias
dan Protagoras. Karena melihat peluang untuk memenuhi kebutuhan pasar makan ia
membangun seklah retorika. Pada masa itu masyarakat Athena membutuhkan
kemampuan berbicara yang jelas dan persuasive. Pada saat itu negara Athena
sedang tumbug menjadi negara yang kaya dan demokratis, berpendapat merupakan
suatu kebebasan bagi setiap orang untuk menyampaikan pendapatntya. Pada saat
inilah berpikir jernih dan logis sangat dibutuhkan. Yang jelas sekali itu
sangat didukung dengan kemampuan berbicara yang jelas dan persuasive. Gorgias
Bersama dengan Protagoras mengajarkan Teknik-teknik manipulasi emosi dan
menggunkan prasagka untuk menyentuh hati pendengar. Menggunakan Bahasa yang
puitis merupakan suatu hal yang difokuskan dalam Teknik ini. Mereka menamakan
dirinya kelompoknya sophistai atau guru kebijaksanaan atau kaum sophis. Saat
itu lah mulai munculnya lomba adu pidato.
Demosthenes dan Isocrates
Berbeda dengan Gorgias yang lebih berfokus kepada
Bahasa yang puitis atau Bahasa yang berbunga-bunga, Demosthenes mengembangkan teknik
gaya berbicara yang jelas dan lugas, menggabungkan antar narasi dan
argumentasi. Menurut Isocrates politik dan sastra terikat dengan retorika
karena ia mengajarkan tentang cara menggunakan kata-kata dengan susunan yang jelas
dan tidak terlalu di lebi-lebihkan disertai dengan anak kalimat yang seimbang.
Aristoteles
Aristoteles
mengatakan terdapat 5 tahap dalam penyurusan pidato atau lima hokum retorika
(The five Canons of Rhetoric), ialah :
1.
Inventino atau
penemuan, yaitu menemukan topik dan menentukan metode persuasi yang cocok, dan
merumuskan tujuan mengumpulkan bahan yang cocok dengan kebutuhan masyarakat.
2.
Dispositio atau
peyusunan, yaitu fase pengorganisasian pesan
3.
Elocutio atau
gaya, merupakan pemilihan kata-kata dan bahsa yang cocok untuk menyampaikan
pesan.
4.
Memoria atau
memori, yaitu pembicara wajib menghafal atau mengingat pesan yang ingin
disampaikan
5.
Pronuntiation atau
penyampaian, yaitu pembicara menyampaikan pesannya.
Para ahli mengemukakan bahwa retorika jika dilihat
dari tinjauan komunikasi makan disebut “speech of communication” atau “public
speaking”. Istilah public speaking berawal dari para ahli retorika, yang
mengartikannya sama dengan seni (keahlian) berbicara atau berpidato yang sudah
berkembang sejak abad sebelum Masehi.
Pengertian Public Speaking
Public
speaking merupakan suatu proses berbicara kepada orang lain untuk menyampaikan
suatu informasi, mempengaruhi (mempersuasi) dan/atau menghibur pendengar.
Berbicara didepan public memiliki beberapa elemen dasar yang paralel dengan
model komunikasi yang dikemukakan oleh Laswell yakni komunikator (pembicara),
pesar (isi presentasi), komunikan (pendengar/audiens), medium, dan efek (dampak
presentasi pada pendengar). Tujuan dalam berbicara didepan public mempunyai
banyak macam seperti mentransmisikan informasi, memotivasi orang, atau hanya
sekedar bercerita. Tidak peduli tujuannya, jika seseorang pintar dalam
berbicara di depan public, ia akan mempengaruhi pemikiran maupun perasaan audiens
atau pendengar. Banyak konteks yang memerlukan public speaking, contohnya
seperti dalam kepemimpinan, sebagai motivator, dalam konteks keagamaan,
Pendidikan, bisnis, customer service, sampai komunikasi massa seperti berbicara
di televisi atau untuk pendengar radio.
Adolf
Hilter merupakan salah satu dari tokoh dunia yang sangat cakap dalam berbicara
di depan public. Menurut berbagai sumber, mereka mengatakan bahwa third reich
bukanlah ahli militer, bukan ahli strategi, buka ahli ekonomi, dan bukan seorang
prajurit, tetapi setiap kalimat dalam pidatonya sangat menggemparkan dan dapat
membuat semua masyarakat Jerman pada masa itu tunduk dan mau berbuat segala
sesuatu untuknya, termasuk juga berusaha menguasai dunia dengan agresi dan
kekerasan
Perkembangan Public Speaking
Di Athena Kuno sekitar 2.500 tahun yang lalu, para
pemuda diminta untuk berpidato sebagai bagian dari tugas mereka sebagai warga
negara. Pada saat Socrates, Plato, dan Aristoteles mengajarkan murid-muridnya
tentang filsafat dan retorika. Menurut Plato retorika adalah “seni menenangkan
jiwa oleh wacana”
Pada
saat itu semua warga wajib memiliki kemampuan berbicara dalam legislative dan
bersaksi pengadilan. Mereka bertemu di sidang besar di pasar (agora) yang
bertujuan untuk membahas isu-isu perang, ekonomi, dan politik. Pada masa Sage,
Solon di 594-593 sebelum masehi, masyarakat bisa membawa keluhan-keluhan mereka
ke pengadilan dan memperdebatkan kasus mereka. Pada saat itu tidak ada
pengacara dan karena banyak orang-orang yang suka menggugat satu sama lain,
makan sangat penting bagi setiap orang untuk memiliki kemampuan berkomunikasi
untuk dirinya seindiri dan keluarganya.
Seni
atau ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa disebut retorika. Retorika
memiliki tujuan menghasilkan efek yang mempengaruhi audiens atau pendengar.
Selain logika dan tata Bahasa, retorika merupakan ilmu wacana yang tertua yang
dimulai sejak zama Yunani kuno. Di dunia Barat, retorika merupakan bagian
sentral dalam Pendidikan. Kemampuan dan keahlian
untuk berbicara di depan audiens publik dan untuk mempersuasi audiens untuk
melakukan sesuatu melalui seni berbicara adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari pelatihan seorang intelektual (Johnstone, 1995). Simbol-simbol dalam
interaksi manusia tidak bisa lepas dari retorika.
Dalam sistematisasi retorika
Aristoteles, aspek terpenting dalam teori dasar pemikiran retorika terdapat
tiga jenis pendekatan untuk mempersuasi audiens, yakni logos, pathos, dan
ethos. Logos merupakan strategi untuk meyakinkan audiens dengan menggunakan
wacana yang mengedepankan pengetahuan dan rasionalitas (reasoned discourse),
sementara pathos adalah pendekaran yang mengutamakan emosi atau menyentuh
perasaan audiens atau pendengar dan ethos adalah pendekatan moral, menggunakan
nilai-nilai yang berkaitan dengan keyakinan audiens. Retorika berkembang
menjadi sebuah ilmu pengetahuan pada abad ke 20 dengan berkembangnya pengajaran
tentang komunikasi public dan retorika di sekolah-sekolah menengah dan
universitas-universitas pertama di Eropa dan lalu tersebar luas sampai
negara-negara lain didunia. Harvard, sebagai universitas pertama di Amerika
Serikat, misalnya, telah lama memiliki kurikulum mata kuliah dasar sebagai
Retorika sebagai salah satu mata kuliahnya (Borchers, 2006). Dengan berkembangnya
ilmu komunikasi, pembelajaran retorika lebih meluar lagi. Pada masa kini,
retorika dipelajari dalam ruang lingkup yang luas dalam bidang pemasaran,
politik, komunimasi, bahkan bahasa (linguistic). Seni merangkain pesan sangat
berpengaruh dalam komunikasi, berbeda dengan orang-orang yang bersikeras untuk
mendesain kata-kata untuk mempenhgaruhi orang lain.
Tokoh-tokoh
retorika:
1. James
A. Winans dalam bukunya “public speaking”( 1917) menggunakan spikologi dari
Williams James dan E.B Tichener. Sesuai teori James bahwa tindakan ditentukan
perhatian, Winans mendefinisikan persuasi sebagai “proses menumbuhkan
perhatian. Pentingnya membangkitkan emosi melalui motif- motif psikologi
seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Winans
adalah pendiri Speech Communication Association of America (1950).
2. Charles
Henry Woolbert merupakan pendiri Speech Communication Association of America. Psikologi
yang memengaruhinya adalah behaviorisme dari John B.Watson. Woolbert berpendapat
Speech Communication sebagai ilmu tingkah laku. Pidato merupakan ungkapan
kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Dalam menyusun persiapan
pidato harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Teliti tujuannya, (2)
Ketahui khalayak dan situasinya, (3) Tentukan proposisi yang cocok dengan
khalayak dan situasi tersebut, (4) Pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan
secara logis. Bukunya, The Fundamental of Speech.
3. William
Noorwood Brigance. Berbeda dengan Woolbert yang berfokus pada logika, Brigance berfokus
pada faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. Persuasi meliputi empat
unsur: 1) Rebut perhatian pendengar, 2) Usahakan pendengar untuk mempercayai
kemampuan dan karakter anda, 3) Dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan 4)
Kembangkan setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.
4. Alan
H. Monroe dalam bukunya, Principles and Types of Speech. Pada pertengahan tahun
20-an Monroe bersama stafnya meneliti proses motivasi. Jasa, Monroe, cara
organisasi pesan. Menurut Monroe pesan harus disusun berdasarkan proses
berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.
Public
Speaking sebagai alat komunikasi
Dalam
komunikasi atau percakapan memerlukan umpan balik. Maka dari itu dalam
komunikasi memerlukan komunikator, pesan dan komunikan. Kehadiran public speaking
dalam kegiatan komunikasi yang berperan adalah komunikator atau public speaker.
Sebagai pembawa pesan harus mempunyai kemampuan untuk menyajikan sebuah gagasan
kepada audiens.
Menurut Herbert V. Prochnow
mengembangkan kemampuan secara bertahap belajar seumur hidup, berathun-tahun
dan makin lama makin berbobot. Diiringin dengan memiliki kepercayaan diri pada
diri sendiri. Aktif dalam melakukan berbagai kegiatan seperti dalam dunia usaha
atau kehidupan social juga mampu membantu dalam meningkatkan kemampuan public
speaking. Biasanya didalam dunia usaha kita menghadapi masalah-masalah seperti
tuntunan konsumen terhadap hasil produksi. Pada saat inilah PR berperan untuk
menjelaskan melalui selebaran atau news release. Sebagai komunikator melalui
media menyatakan pikiran, ide, dan pendapat pada seluruh pendengar. Kemampuan
berdialog juga sangat penting karena itu akan digunakan untuk memerikan
saran,mengkritik, memberikan suara mewakili organisasi, dan memberikan
keputusan.
Referensi
https://blogpsikologi.blogspot.com/2015/11/sejarah-dan-perkembangan-public.html
Comments
Post a Comment